Reservoir, dr Kariadi dan Petempuran 5 Hari Semarang


” Bila suatu saat anda mampir di Semarang dan hendak pergi ke daerah Candi
dari Simpang Lima, anda dapat memilih menyusuri jalan pintas lewat Jl Pahlawan
Setelah melewati perempatan air mancur Undip dan terus menuju ke atas
anda akan menemui perempatan Siranda
adan akan sebaiknya terus menanjak menyusuri Jl Siranda
dan ketika jalanan hendak mendatar,
sebelumn petigaan Wungkal palingkanlah tatapan anda ke kanan : ”
***
RESERVOIR SIRANDA
Tapak bangunan ini berarda di pertigaan Jalan Diponegoro. Keseluruhan bangunan berupa kubah dengan menara copula diatasnya. Sebagai pintu masuk adalah dinding yang dipertinggi dan membentuk gerbang dengan detail-detail berbentuk lengkung busur. Diatasnya bertuliskan Reservoir Siranda serta angka tahun pembangunannya. Pada kiri kanannya terdapat sayap dari batu berbentuk segitiga dengan ornamen motif geometris. Dinding sebagai pintu masuk kedalam kubah berjumlah dua buah yang masing-masing menghadap Jalan Diponegoro dan Jalan Wungkal.
Pondasi bangunan dari batu kali. Bagian kaki bangunan diekspose berbentuk pagar batu dari batu kali. Bangunan kubah tertutup dengan rumput kecuali pada cupola. Dinding entrance dari batu bata yang ditutup dengan plester. Pintu masuk berambang atas lengkung dan dibuat serangkai dengan ventilasi diatas pintu. Daunpintu bertipe ganda dengan panel krepyak kayu. Pintu diapit oleh jendela yang disangga dan berambang atas lengkung. Daun jendela berpanel krepyak kayu dengan daun ganda. Bangunan reservoir ini dikelilingi oleh pagar pembatas dari besi dengan pintu gerbang dengan bentuk dasar serupa dengan dinding entrance.
Bukaan pintu gerbang berambang atas lengkung archivolt trim dengan pintu gerbang dari besi sebagai tambahan. Bagian cupola ditutup dengan atap kerucut dengan bahan seng. Disekelilingnya terdapat jendela krepyak. Tapak bangunan Siranda ini terletak di daerah yang berbukit-bukit serta dipisahkan oleh jalan kecil yang ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi dengan Jalan Raya Diponegoro. Dari kejahuan bangunan ini tidak tampak sebagai bangunan yang masif tetapi lebih menampakan sebagai taman dengan bentuk kubah dan pintu gerbang yang berbentuk unik.
Reservoir Siranda dibangun pada tahun 1912 dan difungsikan sebagai tempatpenampung air untuk memenuhi  kebutuhan masyarakat Semarang. Selain itu bangunan ini mempunyai nilai historis yang tinggi karena diyakini sebagai tempat tewasnya Dr. Kariadi oleh tentara Jepang. Bermula dari tersebarnya kabar bahwa penampungan air atau Reservoir Siranda akan diracuni oleh tentara Jepang sebagai upaaya Jepang untuk menguasai Kota Semarang.
Dr. Kariadi, seorang dokter muda di Semarang berusaha untuk menyelidiki kebenaran kabar tersebut dengan memeriksa di sekitar Reservoir Siranda. Namun di dalam baku tembak antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang disekitar Reservoir Siranda, Dr. Kariadi terbunuh. Kejadian ini merupakan penyulut Perang Lima Hari di Semarang. Nama Dr. Kariadi sendiri kemudian diabadikan sebagai nama sebuah Rumah Sakit di Jl. Dr.Sutomo Semarang.
***
PERTEMPURAN 5 HARI DI SEMARANG
” Bangunan itu tidak tinggi tapi tepat di tengah kota sekaligus menjadi ciri khusus kebanggaan warga Semarang : Tugu Muda, di balik tugu sederhana ini menyimpan cerita perlawanan yang gigih “
Bermula dari tentara Jepang yang masih bercokol di wilayah Semarang meskipun Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia telah mengumumkan kemerdekaan Indonesia melalui Proklamasi. Pada hari yang sama berita proklamasi tersebut tersiar juga siang harinya di Mesjid Kauman sebelum khotbah sholat jumat dilaksanakan.
Bulan-bulan berikutnya tentara Jepang makin gelisah menghadapi keadaan yang semakin genti setelah tertembaknya seorang pejabat kesehatan, Dokter Kariadi. Tentara Jepang memutuskan bertindak dengan pertimbangan lebih baik menyerang terlebih dahulu daripada diserang oleh para pemuda Semarang.
Tanggal 14 Oktober 1945, pergerakan tentara Jepang dari Markas Kido Butai di Jatingaleh (sekarang digunakan sebagai markas RPKAD) sebagai awal Pertempuran Lima Hari di Semarang dimulai.
Formasi siap tempur tentara Jepang adalah:
Pasukan tempur anak buah dari Mayor Yagi, sebanyak 472 orang
Kompi meriam dipimpin oleh Kapten Fukuda, sebanyak 66 orang
Kompi 9 dipimpin oleh Kapten Motohiro, sebanyak 155 orang
Kompi 10 dipimpin oleh Kapten Nakasima, sebanyak 155 orang
Pasukan cadangan, dipimpin oleh Kapten Yamada, sebanyak 101 orang
Pergerakan formasi tentara Jepang meyerang Kota Semarang sebagai berikut. Mayor Yagi akan bertugas disebelah kiri dengan sasaran Markas BKR, Polisi, Jalan Pemuda, sebelah kiri dan kanan jalan dan seterusnya memelihara keamanan di daerah itu. Kompi 9 dan kompi 10 akan bergerak ke kanan dengan sasaran utama penjara Mlaten, sekolah dagang dan terus menuju Demak.
Tentu saja pegerakan tentara Jepang ini mendapat perlawanan seluruh penduduk Semarang. Semrang diberbagai tempat terjadi perlawanan hebat. Para pejuang bersatu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih sampai titik darah penghabisan. Menurut catatan sejarah, pertempuran mereda pada tanggal 19
Oktober 1945. Oleh bangsa Indonesia, peristiwa itu dikenang sebagai peristiwaPertempuran Lima Hari di Semarang.
***
DR KARIADI
“Orang Semarang lebih mengenalnya sebagai nama rumah sakit ketimbang
sejarah perjuangan …”
Hanya Diundang ke Semarang untuk Dua Acara Tak banyak publik di Semarang yang mengenal nama dokter Kariadi. Pahlawan yang berjuang menyelamatkan Reservoir Siranda dari usaha pembunuhan masal dengan racun oleh tentara Jepang itu kini hanya namanya yang diabadikan.
IRONISNYA, perjuangan dr Kariadi itu hanya dihargai sebuah medali bintang kebaktian sosial yang didapat secara anumerta. Keluarga yang ditinggalkan pun memilih hijrah ke Jawa Barat dan hidup sebagai warga biasa tanpa fasilitas dan perhatian dari pemerintah. Sedikit sekali peninggalan sejarah yang menceritakan perjuangan dr Kariadi.
Sampai-sampai Chusnul Hayati, dosen ilmu sejarah Undip, harus bekerja ekstrakeras untuk mendapatkan catatan sejarah tentang dokter kelahiran Singosari, Malang, Jawa Timur, itu. Usahanya justru banyak tertolong setelah bertemu dengan Prof Dr dr Sri Haryati, putri bungsu dr Kariadi. Haryatilah yang selama ini setia mengumpulkan lembar demi lembar kliping yang memuat tentang ayahnya.
Memang hanya itulah yang bisa dilakukan untuk mengabadikan kenangan tentang laki-laki yang pernah menjadi kepala keluarganya tersebut. Saat dr Kariadi gugur dalam pertempuran dengan Jepang, Haryati masih sangat kecil.
Dia waktu itu baru berusia lima tahun. Haryati hanya bisa mengingat janji sang ayah yang akan membelikan es krim saat pulang nanti. Sayang, janji tersebut tak pernah dipenuhi karena Jepang telanjur membunuh ayahnya.
Kenangan yang tak kalah pedih dialami Kartini, putri sulung dr Kariadi. Sebagai anak sulung, dialah yang paling ingat detik-detik menjelang kepergian sang ayah untuk selamanya. Masih jelas di ingatan Kartini, Sunarti -ibunya- meminta agar sang ayah membatalkan niat untuk mengawasi- Reservoir Siranda yang waktu itu dikabarkan akan diracun Jepang. Tetapi, rupanya niat dr Kariadi tak bisa dibendung ehingga dia nekat menumpang truk milik pemuda pejuang untuk bersama-sama menuju Reservoir Siranda.
“Sebenarnya, saya punya firasat dan mami sudah melarang. Karena itu, ketika papi tak pulang-pulang, saya ikut gelisah dan khawatir terjadi apaapa. Ternyata, memang benar,” ceritanya mengungkapkan kenangan pahit sebelum ayahnya gugur.
Meski menjadi putri tertua, Kartini yang sempat didampingi ayahnya selama sebelas tahun mengaku tak punya banyak kenangan manis. Maklum, saat itu zaman perjuangan dan semuanya hidup serbasusah. Apalagi sang ayah yang memiliki dedikasi besar terhadap masalah kesehatan masyarakat kecil memilih untuk tinggal berpindah-pindah tempat. Daerah yang dipilih pun umumnya pedesaan dan terpencil. “Tidak banyak yang saya ingat karena papi itu sibuk dan jarang di rumah. Sehingga kami jarang kumpul,” tutur Kartini.
Dokter Kariadi memang terkenal sebagai dokter yang gemar bereksperimen. Hampir sebagian besar waktunya dihabiskan di laboratorium. Dia berhasil menemukan minyak kenanga yang berguna untuk pengobatan. Setelah pendidikan kedokterannya dirampungkan dalam waktu 10 tahun, dia hijrah ke Irian Barat seorang diri. Dia meninggalkan ketiga putranya hanya bersama Sunarti yang saat itu tengah merampungkan pendidikan kedokteran gigi.
Dalam pengabdiannya untuk masyarakat Irian Barat, dr Kariadi juga menemukan spesies nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria. Sayangnya, penemuan itu diklaim sebagai penemuan pimpinannya. “Setelah mami lulus kuliah kedokteran, kami menyusul ke Irian,” lanjut Kartini.
Masa kecil mereka sewaktu tinggal di Irian Barat masih diabadikan dengan rapi dalam foto-foto keluarga. Gambar hitam putih itu tersimpan bersama file-file tentang dr Kariadi yang dikumpulkan Sri Haryati. Di antara ketiga kakak beradik keturunan dr Kariadi itu, hanya Sri Haryati yang mewarisi ilmu ayahnya. Kartini mengaku tak sempat mengenyam pendidikan tinggi karena hidup berpindah-pindah saat perang. Satu-satunya putra dr Kariadi yang bernama Kartono memilih mendalami teknik dan meraih gelar insinyur. “Saya juga ndak tahu, padahal kakek dan paman dari pihak papi juga dokter. Tapi, anak cucunya kok tidak ada yang tertarik. Cuma saya yang mendaftar sekolah dokter di Undip dan akhirnya diterima,” cerita Sri Haryati yang kini meneruskan jejak sang ibu, mengabdikan diri di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.
Meski begitu, profesi dokter justru diakui bukan cita-citanya sejak kecil. selepas SMA, Haryati sebenarnya lebih tertarik untuk mempelajari ilmu jurnalistik atau sejarah. Sayangnya, waktu itu belum banyak sekolah yang menyediakan jurusan sesuai keinginannya. Karena itu, dia memilih sekolah dokter. Selepas kepergian ayahnya, keluarga dr Kariadi mengaku tak pernah menggunakan jasa sang ayah untuk memuluskan jalan. Diterimanya Haryati sebagai mahasiswa Undip juga merupakan hasil kerja keras sendiri. “Nggak ada yang tahu saya putra d. Kariadi. Penghargaan papi juga tidak ada. Setelah papi meninggal, kami ini tak ada rumah. Semua kan milik dinas,” ujar profesor di bidang penyakit dalam itu.
Haryati sebenarnya juga heran, sejak kepergian ayahnya, tak ada perhatian sedikit pun dari pemerintah untuk keluarganya. Bahkan di Semarang, namanya bisa dibilang tak dikenal. Satu-satunya penghormatan untuk keluarga dr Kariadi hanya didapat menjelang peringatan pertempuran lima hari di Semarang yang mengakibatkan sang ayah gugur serta ketika RS dr Kariadi berulang tahun.
Saat itulah, baru pihak rumah sakit menghubunginya untuk memberikan sambutan dalam rangka peringatan ulang tahun. Selain itu, tak ada seorang pun yang tertarik untuk menggali informasi tentang ayahnya. Bahkan, sewaktu kuliah, Haryati sedih ketika pemerintah memberikan kesempatan studi ke Jepang untuk beberapa temannya. Untungnya, sang ibu membiasakan anaknya hidup penuh perjuangan dan tak pernah terlalu mengunggulkan jasa sang ayah. Karena itu, Haryati maupun Kartini tak pernah menuntut hak sebagai putra pahlawan kepada pemerintah.
( dirangkumkan : dari berbagai sumber )

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Casino de L'Auberge de Casino de LA. de la Casino de L'Auberge de Casino de L'Auberge
Casino de L'Auberge de Casino de L'Auberge poormansguidetocasinogambling de bsjeon Casino de L'Auberge de Casino de https://jancasino.com/review/merit-casino/ L'Auberge de Casino de L'Auberge de Casino de L'Auberge filmfileeurope.com de febcasino Casino de Casino de L'Auberge de Casino de

Posting Komentar